Wulan Agustri Ayu. MTs Progresif Bumi Shalawat.
Revolusi Industri 4.0
bukanlah suatu hal yang baru bagi dunia internasional. Pada tahun 2011
berlokasi di Jerman telah diadakan Hannover fair yang menunjukkan
revolusi industri yang pernah dialami oleh manusia sepanjang perkembangannya.
Indonesia sendiri telah memulai era 4.0 pada sekitar tahun 2018, saat Presiden
Joko Widodo mengeluarkan Making Indonesia 4.0. Isinya adalah road map
dan strategi yang akan dijalankan oleh Indonesia dalam menghadapi era digital
dunia. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan perkembangan teknologi yang
meliputi perkembangan Artificial Intelegence (AI), e-commerce, hingga
penggunaan robot. Indonesia sendiri memfokuskan diri dalam menghadapi revolusi
industry 4.0 ini dengan berfokus pada 5 teknologi utama, yaitu (1)
internet of things, (2) artificial intelligence, (3) human-machine
interface, (4) teknologi robotik dan sensor, dan (5) teknologi 3D printing.
Tantangan yang dihadapi oleh revolusi industri 4.0
sangat besar. Perubahan – perubahan dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi
masyarakat terjadi sangat cepat. Pergeseran dari tenaga kerja manusia menjadi
tenaga kerja mesin atau robot hingga aktivitas sehari – hari berubah dari manual
menjadi digital. Perubahan ini menggeser hal – hal lama sekaligus memunculkan
hal – hal yang baru. Potensi ekonomi baru yang muncul dari perubahan ini,
seperti ditinggalkannya tukang ojek pangkalan menjadi tukang ojek online,
mengharuskan manusia abad 21 harus bisa beradaptasi secara tepat. Peserta didik sebagai generasi masa depan juga harus
menghadapi perubahan sekaligus tantangan
dari perubahan dari era revolusi
industri 4.0 ini. Tantangan untuk beradaptasi terhadap perubahan artinya
peserta didik harus mampu mengikuti
perkembangan dunia internasional tetapi di sisi lain harus mampu mempertahankan
identitas ke-Indonesia-annya.
Dunia yang dihadapi pada
abad ke 21 tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Artificial Intelligence
dan Autonomous robotic. Kehadiran kecerdasan buatan dan robot – robot
yang mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa perlu panduan manusia akan menjadi hal
– hal yang umum dijumpai di masa depan. Pemerintah Indonesia telah
mempersiapkan para peserta didik untuk menghadapi era revolusi industri 4.0 ini
dengan mencanangkan literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Peserta didik tidak boleh tertinggal atas informasi yang terjadi di dunia
internasional. Literasi digital dan teknologi
ini didukung dengan maraknya penggunaan media
sosial di kalangan remaja. Informasi mengenai perkembangan dunia teknologi yang
terbarukan dapat diikuti secara cepat dan akurat melalui media sosial seperti
Facebook, Instagram, Path, Twitter, Telegram, Whatsapp, Youtube dan lain
sebagainya.
Perubahan yang terjadi
secara cepat ini juga membawa serta segala pengaruh positif dan negatif yang
mungkin ditimbulkannya. Dalam dunia pendidikan, kemudahan akses informasi
utamanya saat dilaksanakannya literasi teknologi dan literasi digital pada
kalangan peserta didik, memperbesar kemungkinan untuk tergerusnya identitas
diri pribadi peserta didik sebagai
bangsa Indonesia, atau lebih khususnya sebagai masyarakat tradisional yang
memiliki nilai - nilai budaya lokal.
Dalam studi poskolonialisme ditemukan bahwa negara – negara yang berasal dari
negara dunia ketiga, termasuk di dalamnya adalah Indonesia, memiliki
kecenderungan untuk meniru bangsa – bangsa yang dulu menjajahnya. Hal ini
memunculkan kecenderungan dalam diri masyarakat Indonesia untuk lebih suka
meniru atau berusaha untuk sama dengan bangsa – bangsa dari Eropa. Kebiasaan
inilah yang secara tidak langsung banyak menggerus tradisi dan kearifan lokal
banyak suku bangsa di Indonesia.
Tantangan yang dihadapi oleh
pendidikan Indonesia era 4.0 sangat beragam. Penanaman nilai – nilai karakter
dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik menjadi hal yang sangat urgent untuk dilakukan. Perkembangan
teknologi yang memudahkan akses informasi tidak berbanding lurus dengan
karakter dan moral yang dimiliki penggunanya. Pendidikan seharusnya memperbaiki
moral bangsa melalui penanaman nilai. Tetapi yang terjadi adalah pendidikan di
era globalisasi menuju revolusi industri 4.0 mengalami ketertinggalan dalam
melakukan fungsinya. Degradasi moral justru dialami oleh peserta didik di era
4.0 akibat terlalu cepatnya teknologi berkembang yang mana pendidikan gagal
mengikuti kecepatan dari perkembangan ini.
Degradasi moral diakibatkan
oleh tergerusnya nilai religius, nilai yuridis formal, dan nilai kultural dalam
kehidupan sehari-sehari peserta didik. Guru sebagai tenaga pendidik memiliki
kewajiban untuk menanamkan nilai – nilai ini dalam pembelajaran di dalam kelas.
Diera 4.0 ini pembelajaran mengalami banyak kegagalan dalam mengintegrasikan
nilai – nilai yang dibutuhkan dengan materi yang disampaikan di dalam kelas.
Hal ini terjadi karena kurang adaptif
dan inovatifnya tenaga pendidik di Indonesia. Materi yang disampaikan di dalam
kelas seringkali tidak sesuai dengan yang dibutuhkan peserta didik dalam menghadapi perubahan
jaman. Tenaga pendidik masih terjebak dalam paradigma pendidikan yang lama.
Oleh karena itu, Kemenristek pada tahun 2018 merilis hal – hal yang harus
dipersiapkan dalam menghadapi era 4.0. Beberapa diantaranya adalah inovatif,
adaptif, dan responsif.
Pendidikan Indonesia harus
merespon masalah – masalah seperti tergerusnya nilai – nilai religius, yuridis
formal, dan kultural dengan menciptakan pembelajaran yang mampu
mengintegrasikan nilai – nilai yang dibutuhkan ke dalam pembelajaran. Khususnya
nilai kultural, kecenderungan peserta didik yang lebih mengenal budaya – budaya
dari negeri dibandingkan dengan budaya dalam negeri harus menjadi pokok
perhatian. Ketidaktahuan peserta terhadap budaya bangsanya sendiri dapat
mengakibatkan hal – hal seperti kehilangan identitas diri sebagai bangsa
Indonesia, atau justru mengalami gegar budaya (cultural shock), dimana
mereka mengenal budaya asing dan memasukkan nilai – nilai budaya asing tersebut
ke dalam kehidupan sehari – hari tetapi di tempat yang salah.
Salah satu upaya yang telah
dilakukan dalam merespon tergerusnya nilai – nilai karakter dan moral dalam
diri generasi muda bangsa Indonesia adalah dengan mengembangkan pembelajaran
berbasis kearifan lokal. Kearifan lokal atau local wisdom yang juga
seringkali disebut dengan local genius, local knowledge adalah sebuah
pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman konkret yang wariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Pengetahuan ini bersifat dinamis dan
fleksibel, serta dihasilkan melalui proses adaptasi dengan lingkungan sekitar.
Kearifan lokal setiap daerah akan berbeda menyesuaikan dengan lingkungan dan
kondisi yang ada di setiap daerahnya.
Peserta didik juga memiliki
karakter yang beraneka ragam. Di era 4.0, karakter peserta didik bukan hanya
dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan masyarakat saja, tetapi juga
dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan teknologi. Interaksi antara peserta
didik dengan teknologi ini menghasilkan generasi yang berfikiran terbuka karena
kemudahan yang didapatkan untuk mengakses informasi dari berbagai belahan
dunia. Dengan karakter yang berbeda – beda inilah sebabnya pendidikan
mengintegrasikan nilai – nilai budaya lokal diperlukan. Karena yang dapat
mengimbangi perubahan dan perkembangan jaman adalah respon dari masyarakat itu sendiri yang terekam dalam
nilai – nilai kearifan lokal dari generasi terdahulu. Pengaplikasiannya
disesuaikan dengan kebutuhan pada masa
sekarang, karena kearifan lokal bersifat dinamis dan fleksibel.
Keberadaan nilai – nilai yang disarikan dari kearifan lokal dalam
pembelajaran di era 4.0 ini sangat penting. Nilai – nilai dari kearifan lokal
memiliki peranan penting dalam membangun identitas diri peserta didik sebagai
masyarakat di daerah asalnya. Karena melalui kearifan lokal inilah kepribadian
suatu masyarakat dilestarikan dari generasi terdahuluu ke generasi berikutnya.
Tergerusnya kearifan lokal menjadi indikasi tergerusnya kepribadian masyarakat.
Setiap
masyarakat tradisional, dalam kasus Indonesia, setiap
suku bangsa, mempunyai kekhasannya dalam cara-cara pewarisan nilai-nilai
budayanya. Hal inilah yang nantinya perlu diintegrasikan
dalam pembelajaran di sekolah.
Artikel ini diikutkan
untuk lomba Amikom Point di: https://amikom.ac.id
Untuk informasi lomba,
selengkapnya di https://point.amikom.ac.id/lomba-menulis-nasional-2022-di-amikom-jogja/
DAFTAR PUSTAKA
Rujukan Berkala
Abdullah, Farid.
2019. Fenomena Digital Era Revolusi
Industri 4.0. Dalam Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa dan
Desain, Volume 4, Nomor 1, April 2019, pp 47-58.
Alfiati, Suryo Ediyono. 2019. Membangun Budaya Literasi
Berbasis Kearifan
Lokal Dalam Mata Kuliah Menulis
Puisi Mahasiswa. An-Nuha
Vol. 6, No. 2, Desember 2019.
Eddiyono, S. 2019. Membangun Budaya
Literasi Berbasis Kearifan
Lokal Dalam Mata Kuliah Menulis
Puisi Mahasiswa. An-Nuha Vol. 6, No. 2, Desember 2019.
Karwati, Lili. 2020. Upaya
Pengelola Pkbm Dalam Meningkatkan Literasi Budaya
Baca Melalui Taman Bacaan Masyarakat. Jurnal
Cendekiawan Ilmiah PLS Vol 5 No 1 Juni 2020.
Kurniati, Kurniati. 2019. Membangun
Budaya Literasi Melalui
Tradisi Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbahasa
Dan Sastra Siswa. RIKSA BAHASA. Volume 5, No. 2, November
2019.
Mas Dewantara , I Putu.
2017. Keefektifan Budaya Literasi Di Sd N 3 Banjar Jawa
Untuk Meningkatkan Minat Baca. Journal
of Education Research and Evaluation. Vol.1 (4) pp. 204-209.
Mas Martayana, I Putu Hendra. 2019. Poskolonialitas Di Negara
Dunia Ketiga dalam Martayana Vol 1 No. 2. Universitas
Pendidikan Ganesha.
Nahak , Hildgardis M.I. 2019. Upaya Melestarikan
Budaya Indonesia Di Era Globalisasi. Jurnal Sosiologi Nusantara. Vol 5 No. 1 Tahun 2019.
Nudiati , Deti. 2020. Literasi Sebagai
Kecakapan Hidup Abad 21 Pada Mahasiswa. Indonesia Journal of Learning
Education and Counseling. Vol 3, No 1, 2020, pp 34-40. Tersedia online https://journal.ilininstitute.com/index.php/IJoLEC.
Pratiwi, Anggi. 2019. Implementasi
literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di
Indonesia . Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan
Vol. 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80.
Ramadhani , Ayunda.
2018. Psikodrama: Budaya Kalimantan Timur Untuk
Meningkatkan Literasi Budaya Pada Gen Milenial. Psikostudia: Jurnal
Psikologi Vol 7, No 1, June 2018, hlm. 60-72.
Rohmah, Rismayanti Siti.
2018. Membangun Kearifan Lokal Melalui Gerakan Literasi Mibanda (Micinta Baca Tulis
Aksara Sunda) Di Sdn Sukahayu Kabupaten Subang. Jurnal Dinamika Pendidikan
Dasar Volume
10, No 2, September 2018: 59-73.
Saadati, Baiq Arnika. 2019. Analisis
Pengembangan Budaya Literasi Dalam Meningkatkan
Minat Membaca Siswa Di Sekolah Dasar. Terampil, Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Dasar. Volume
6 Nomor 2, Desember 2019
Samsiyah , Nur. 2020. Budaya
Lokal Untuk Meningkatkan Literasi Baca
Siswa Sekolah Dasar . Tersedia online Eproceedings.umpwr.ac.id diakses pada 01
November 2021.
Sarjiyanto. 2015. Menimbang Konvensi
Internasional No. 11806
Untuk Pengelolaan Sumber Daya Budaya DI Indonesia. PURBAWIDYA Vol. 4, No. 1,
Juni 2015: 55 – 70.
Silvia , Okeu Wila.
2017. Model Literature Based Dalam Program Gerakan
Literasi
Sekolah
. Mimbar Sekolah Dasar, Vol 4(2) 2017, 160-171
Sunarwan , Dadang.
2017. Meningkatkan Literasi Budaya Peserta
Didik Pendidikan Kesetaraan Melalui Pembelajaran Sosiologi.
Jurnal AKRAB! Volume V Edisi 2/Desember/2017.
Triyono, Triyono.
2019. Pentingnya Literasi Budaya di Desa Seni
Jurang Blimbing. ANUVA Volume 3 (1): 77-85, 2019.
Wagiran, Wagiran. 2012. Pengembangan
Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemayu
Hayuning Bawana (Identifikasi
Nilai-Nilai Karakter Berbasis Budaya). Jurnal Pendidikan
Karakter, Tahun II, Nomor 3, Oktober 2012.
Wibowo, Agus Budi. 2014. Strategi
Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis
Masyarakat Kasus
Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Gampong
Pande Kecamatan Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh. Jurnal Konservasi Cagar
Budaya Borobudur, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014, Hal 58-71.
Zahriyana, Yeni Andriani dan Boyhaqqi. 2013.Batik Aceh Salah Satu
Produk Kearifan Lokal sebagai Pendidikan yang Berkarakter dan Berwawasan Global
[Online], Tersedia: www.uui.ac.id. Diakses pada 01 November 2021.