Menu

Wednesday, 14 May 2014

perbedaan jawa surakarta dan jawa yogyakarta

dilihat dari budaaya batiknya:
Dari segi warna batik Surakarta memiliki latar dominan adalah sogan atau coklat kekuningan. Sedangkan batik Yogyakarta mempunyai latar warna yang gelap atau hitam dan terang putih dengan ornamen coklat atau indigo.
Pada pemakaiannya mode fashion batik Surakarta cenderung terbuka dan uniseks. Sedangkan batik Yogyakarta diatur dalam berbagai tingkatan. Sedangkan pada ‘motif larangan’nya berbeda, motif larangan pada batik Surakarta diantaranya udan riris, modang, dan cemungkiran. Sedangkan pada batik Yogyakarta memiliki beberapa motif diantaranya sawat, gurdo, dan parang gurdo. S

Thursday, 8 May 2014

Green Care penanaman di Jalur Lintas Selatan

Green Care penanaman di Jalur Lintas Selatan
                Beberapa waktu yang lalu, green care volunteer kembali melakukan penghijauan di daerah Jalur Lintas Selatan(JLS). Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari penanaman 1500 bibit yang telah dilakukan sekitar 3 tahun yang lalu dalam rangka merealisasikan penanaman sejuta pohon. Dan kali ini, Green Care Volunteer menyulami (mengganti tanaman yang mati) tanaman disana.dalam jangka waktu 3 tahun, ada sekitar 300 bibit yang harus diganti karena tidak mampu bertahan hidup.
                Well, terima kasih kepada dinas perhutani yang telah bersedia menyediakan bibit untuk kegiatan ini. Jika program ini terus berlanjut, maka bersiaplah kader Green Care berikutnya untuk merawat tanaman-tanaman ini dengan penuh kasih sayang.
                Tidak bisa dipungkiri, jika tanaman akan tumbuh dengan baik jika kita menyayangi mereka dengan sepenuh hati. So, buat seluruh warga SMATA, tetaplah melakukan kegiatan peduli lingkungan karena kita sebgai warga sekolah yang sudah mencapai tingkat adiwiyata mandiri, wajib menjadi duta lingkungan. Lupakan hal-hal besar. Mulailah dari diri sendiri dengan membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan hair dryer dan kendaraan bermotor. Jangan lupa untuk mengurangi sampah plastik agar anak cucu kita kelas juga bisa merasakan betapa nikmatnya tanah jawa yang subur ini. Dan jangan menghambur-hamburkan SDA untuk hal-hal yang tidak berguna. Mungkin bagi kita yang hidup pada masa sekarang, setets air tidak berarti apa-apa karena kita punya cukup persediaan, tapi bagaimana dengan 10 tahun kedepan jika kita tidak memperdulikan lingkungan?
                Jangan berharap kita masih bisa menghirup udara segar dipagi hari jika saat ini kita tidak peduli dengan perubahan iklim akibat pemanasan global. Let’s start keep our land from global warming and try to learn our child about tree, land, water and fresh air. Untuk semua kader Green Care Volunteer, tetap laksanakanlah tugas kalian di kader masing-masing. Tetapkan pada hati kalian perasaan cinta pada lingkungan sekitar dan tularkan perasaan itu pada orang-orang disekitar kalian. Go Green….

                By: Wulan_XI-IPA 2

BUDAYA MENGHUKUM DAN MENGHAKIMI PARA PENDIDIK DI INDONESIA

BUDAYA MENGHUKUM DAN MENGHAKIMI PARA PENDIDIK DI INDONESIA
Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. Maaf Bapak dari mana?

Dari Indonesia,jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

Saya mengerti, jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini, lanjutnya. Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!  Dia pun melanjutkan argumentasinya.

Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat, ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai A, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut menelan mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan, ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan gurunya salah. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas Kalau Nanti dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.
#Copas dari Copasan
                Dari tulisan diatas, marilah kita berfikir. Ada berapa pengajar yang benar-benar menyelami kondisi murid? Melihat dari sudut pandang seorang siswa bukan sudut pandang dari seorang guru? Jadi, jangan hanya menyalahkan murid jika terus-terusan mendapat nilai buruk. Jangan jadikan nilai sebagai patokan standard, seorang murid telah mencapai titik dimana dia berhasil memahami kompetensi yang diujikan. Sekali lagi, cobalah untuk melihat dari sudut pandang murid. Karena, apa yang menurut guru mudah belum tentu mudah bagi seorang murid. Apa yang mudah bagi murid yang satu, belum tentu mudah bagi murid yang lain. Kemampuan seseorang dalam berfikir itu berbeda-beda. Demikian pula dalam kecepatan menyerap pelajaran. Jika seorang guru menjadikan beberapa murid yang memang pandai sebgai patokan apakah kelas tersebut sudah mengerti atau belum, tentu hal tersebut akan sangat merugikan bagi murid yang memiliki kapasitas otak dibawah rata-rata. Saya yakin, jika seorang guru besar sekalipun juga pernah menjadi seorang murid. Seorang guru yang baik, adalah guru yang menolong muridnya saat menemui kesulitan. I’m sure that we are know about that.
                Tapi, sebagai seorang murid, ijinkanlah saya mengemukakan pendapat. Saya pernah menjumpai sebuah pertanyaan di facebook yang diajukan oleh akun sampoerna foundation tentang system pendidikan di Indonesia.Jujur, saya senang mendapat pertanyaan seperti itu. Saya langsung menjawab “ system pendidikan di Indonesia yang mengedepankan nilai menurut saya sangat salah. Guru bukanlah penilai, tapi seseorang yang menjadi fasilisator. Mereka memiliki kewajiban untuk mengajarkan seorang murid tentang apa yang belum dimengerti oleh murid, juga wajib untuk menjawab apapun yang ditanyakan oleh murid. Sebenarnya, system pendidikan yang menjadikan nilai sebagai tujuan utama, bagi saya sangatlah perlu untuk dirubah. Siswa menjadi lupa dengan tujuan awalnya belajar. Yang mereka pikirkan saat ini hanyalah bagaimana caranya mendapat nilai baik tanpa peduli bagaimana caranya. Hal ini sangatlah berefek buruk bagi kaum pelajar karena saya sendiri juga ikut merasakan bagaimana tertekannya seorang pelajar ketika mereka harus dituntut agar bisa mendapatkan nilai baik saat ujian berlangsung.”
                Saya tidak mengatakan jika system pendidikan Indonesia buruk, hanya saja pandangan terhadap nilai itu harus dirubah. Tidak selamanya siswa yang selalu mendapat nilai sempurna akan sukses di masa depannya kelak. Begitu juga sebaliknya. Sudah saatnya, jika kebiasaan menabur ancaman yang sering dilancarkan oleh para guru dihentikan untuk masa depan murid yang lebih baik. (^_^)v


By: Wulan_XI-IPA2

Bendera Partai atau Bendera Merah Putih?

Bendera Partai atau Bendera Merah Putih?
"Relakah engkau ketika sepanjang jalan di negerimu ini lebih banyak dipenuhi deretan bendera partai daripada bendera dwi warna sang saka merah putih ?”
 
                Kata-kata diatas adalah sebuah status seseorang yang saya ambil dari Facebook. Menarik menurut saya untuk dibahas. Sebagaimana yang kita ketahui, tidak ada jalan yang bersih dari bendera partai. Bahkan, gang-gang kecilpun menjadi sasaran untuk kampanye. Miris jika pikirkan, betapa seringnya kita melihat bendera partai terpajang dimana-mana tapi betapa jarangnya kita lihat Sang Dwi Warna terpajang dimana-mana?
                Salahkah jika saya mengatakan jika Bendera Merah Putih saat ini hanya dikibarkan jika menjelang hari kemerdekaan saja? Bahkan jika ada kunjungan pejabat pemerintahan, yang dikibarkan bukanlah bendera merah putih, tapi umbul-umbul. Ada yang paling mambuat saya geregetan, yaitu saat saya jalan-jalan, saya menemui sebuah kantor yang diberi nama pusat bantuan N.K.RI kalau tidak salah dan itu adalah milik salah satu partai papan atas di Indonesia, tapi betapa mirisnya saat saya perhatikan dengan seksama tidak ada Sang Dwi Warna yang menghiasi kantor tersebut.
                Jika saat ini saja bendera merah putih sudah mulai jarang dikibarkan, bagaimana dengan tahun-tahun yang akan datang? Jika dulu perayaan Kemerdekaan Indonesia selalu dirayakan dengan meriah disetiap kampung, sekarang ini sudah mulai jarang dirayakan. Namun, jika perayaan hari ulang tahun sebuah partai politik selalu dirayakan dengan sangat meriah.
                Kembali pada jalan, bagi saya pribadi, yang menjadi masalah bukan hanya karena pengibaran bendera partai yang berlebih hingga tidak mengibarkan bendera merah putih. Lebih dari itu, pemasangan bendera partai ataupun gambar-gambar Caleg disepanjang jalan bagi saya sangat tidak berperi-ketumbuhan-an. Kenapa? Karena mereka memasang dengan cara memaku di pohon-pohon besar tanpa berfikir apa yang dirasakan si pohon jika dipaku seperti itu. Apalagi, dalam sebuah pohon bisa jadi ada lebih dari satu gambar-gambar caleg ataupun bendera partai. Jika belum menjadi anggota legislatif saja mereka sudah tidak memperdulikan lingkungan, apalagi jika sudah menjadi anggota legislatif ?

                Kalau sudah begini siapa yang salah? Tidak adakah UU yang memuat tentang pelarangan menyakiti tumbuhan dengan gambar-gambar caleg ? Silahkan dijawab sendiri.

Tuesday, 6 May 2014

laporan praktikum fisika

Laporan Praktikum Fisika
Tegangan Permukaan
Oleh:
1.       Roziatul Khoiriah
2.       Wulan agustri ayu

I.                   Teori
Tegangan permukaan zat cair adalah kecendrungan permukaan zat cair untuk menegang sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis.Tegangan permukaan zat cair terjadi karena adanya kohesi di bawah zat cair yang lebih besar dari pada kohesi dipermukaan zat cair, sehingga permukaan air akan cendrung mengerut dan membentuk luas permukaan sekecil mungkin.Tegangan permukaan (γ) didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tegangan permukaan (F) dan panjang permukaan (L) dimana gaya itu bekerja.
II.                Alat dan Bahan
1.      Jarum
2.      Kertas tisu
3.      Gelas
4.      Air

III.             Langkah Kerja
1.      Siapkan alat dan bahan
        






2.      Secara perlahan masukkan tisu dan jarum, dengan posisi jarum berada diatas tisu
 
3.      Lama kelamaan, tisu akan tenggelam. Namun jarum akan tetap berada diatas permukaan air.
            


IV.             Analisis data
               Mari kita amati sebatang jarum yang kita buat terapung di permukaan air sebagai benda yang mengalami tegangan permukaan. Tegangan permukaan disebabkan oleh interaksi molekul-molekul zat cair dipermukaan zat cair. Di bagian dalam cairan sebuah molekul dikelilingi oleh molekul lain disekitarnya, tetapi di permukaan cairan tidak ada molekul lain dibagian atas molekul cairan itu. Hal ini menyebabkan timbulnya gaya pemulih yang menarik molekul apabila molekul itu dinaikan menjauhi permukaan, oleh molekul yang ada di bagian bawah permukaan cairan. Sebaliknya jika molekul di permukaan cairan ditekan, dalam hal ini diberi jarum, molekul bagian bawah permukaan akan memberikan gaya pemulih yang arahnya ke atas, sehingga gaya pemulih ke atas ini dapat menopang jarum tetap di permukaan air tanpa tenggelam.Gaya ke atas untuk menopang jarum agar tidak tenggelam merupakan perkalian koefisien tegangan permukaan dengan dua kali panjang jarum. Panjang jarum disini adalah permukaan yang bersentuhan dengan zat cair.Gaya yang diperlukan untuk mengangkat jarum adalah gaya ke atas dijumlah gaya berat jarum (mg).