Begawan Itu Nyata !!!
Ini adalah kisah perjalanan lama. Sebuah perjalanan tanpa rencana. Tiba - tiba kami berkumpul menjadi satu kelompok dan memulai sebuah petualangan. Dipandu oleh seorang lelaki dewasa, kami berangkat.
Aku tidak pernah tau jika di tengah pegunungan kapur akan ada sebuah gunung berapi.
Aku tidak pernah tau jika di tengah pegunungan kapur akan ada batu - batu hitam besar berserakan di tengah sawah, sebuah tanda letusan di masa lampau.
"Di atas sana masih ada danau nya." Pemimpin kelompok kami berbicara. "Mau kesana juga? "
Saling melirik, "Ayo, mumpung masih jam segini". Akhirnya ada yang menjawab.
Saling melirik, "Ayo, mumpung masih jam segini". Akhirnya ada yang menjawab.
Aku melihat jam di hp, masih tengah hari. Amanlah, tidak akan kemalaman di jalan.
Jalan menajak. Beberapa beraspal, beberapa hanya diperkeras dengan batu. Pohon - pohon pandan tanpa bunga berjejer di samping jalan. Semakin naik, semakin saya sadar bahwa lokasi yang kami kunjungi sebelum ini memang istimewa.
Meninggalkan perkampungan, kami mulai masuk wilayah perhutani. Tidak ada lagi jalan yang nyaman. Berjalan perlahan adalah satu - satunya pilihan. Selip sedikit, kebun warga yang ditanam di lereng samping kami sudah berjejer hingga ke bawah.
" Lihat, itu pabrik semen yang ramai kemarin."
Aku menoleh, "Deket ya, aku baru tau".
Aku menoleh, "Deket ya, aku baru tau".
" Kamu lihat penambangan batu disepanjang jalan tadi?" salah seorang kawan bertanya padaku.
Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Katanya itu dikirim kesana."
"Oh..." Aku tidak bisa menjawab lebih jauh, ini topik yang sensitif.
Memutar kepala, batu di gunung ini memang cantik. Beberapa pecahan batu yang ada, terlihat berwarna hijau keabuan.
Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Katanya itu dikirim kesana."
"Oh..." Aku tidak bisa menjawab lebih jauh, ini topik yang sensitif.
Memutar kepala, batu di gunung ini memang cantik. Beberapa pecahan batu yang ada, terlihat berwarna hijau keabuan.
Beberapa waktu yang agak lama, kami mulai memasuki hutan tanpa kebun. Tapi masih ada jalan setapak yang bisa dilalui kendaraan beroda dua.
"Sudah sampai. Kolamnya di bawah."
Kami bergegas turun ke bawah, memarkirkan sepeda motor di bawah pohon, berkumpul di pondok kayu yang tampaknya sengaja dibangun di sana.
"Tempat ini jadi lokasi wisata?" aku bertanya karena melihat beberapa orang yang memancing dan penataan lokasi yang dibuat senyaman mungkin.
"Iya. Banyak orang mancing ke sini."
Mendengar jawaban itu, aku tidak bisa mengalihkan pandangan dari permukaan air kehijauan yang terlihat berkilauan di bawah cahaya matahari.
Mendengar jawaban itu, aku tidak bisa mengalihkan pandangan dari permukaan air kehijauan yang terlihat berkilauan di bawah cahaya matahari.
"Orang - orang spiritual juga banyak ke sini."
"Eh..." Aku menolehkan kepala, menunggu kisah lebih lanjut.
"Kamu lihat di sana..." Pemimpin kelompok ini, bapak - bapak itu, menunjuk pada satu arah, ada sebuah cungkup kecil.
"Punden?" Tanyaku.
Mengangguk, beliau menambahkan "Kamu bisa ke sana,, coba lihat ada apa."
"Kamu lihat di sana..." Pemimpin kelompok ini, bapak - bapak itu, menunjuk pada satu arah, ada sebuah cungkup kecil.
"Punden?" Tanyaku.
Mengangguk, beliau menambahkan "Kamu bisa ke sana,, coba lihat ada apa."
Tidak menunggu lagi, aku berdiri dan mulai mengambil langkah besar - besar.
Memasuki cungkup, aku melihat beberapa batu yang ditancapkan.
Ada bekas batang dupa, bunga, dan sabut kelapa.
Keluar cungkup, aku berkata " Lokasi utamanya bukan di sini."
Memasuki cungkup, aku melihat beberapa batu yang ditancapkan.
Ada bekas batang dupa, bunga, dan sabut kelapa.
Keluar cungkup, aku berkata " Lokasi utamanya bukan di sini."
Salah seorang kawanku tertawa. Aku melirik plang nama di luar cungkup. Hanya dua kata yang aku ingat, Eyang dan Begawan. Bapak pemimpin kelompok menunjuk pada arah yang lebih mendekat ke hutan, "Lihat itu".
Mataku menangkap 2 buah batu tegak, dengan batu pipih di dekatnya.
Aku mendekat.
Mataku menangkap 2 buah batu tegak, dengan batu pipih di dekatnya.
Aku mendekat.
" Ayo coba meditasi disini." Seseorang mengajakku untuk melakukannya bersama - sama. Aku melihat kawan yang lain berjalan menjauh.
Aku memejamkan mata. Memfokuskan seluruh indera. Setelah beberapa saat, aku tergagap bangun.
Tanpa berkata apapun, aku menyudahi meditasi dan mengiyakan ajakan untuk pulang.
Tanpa berkata apapun, aku menyudahi meditasi dan mengiyakan ajakan untuk pulang.
Sesampainya di rumah, kekasihku yang juga melakukan meditasi bersamaku bertanya, "Kamu tadi lihat apa?"
Ah, dia terlalu memahamiku.
Aku menggeleng, mencoba melupakan apa yang tertangkap mataku tadi. Menganggap itu hanya halusinasi belaka.
Kami saling terdiam menikmati senja dan awan yang saling berarak.
"Apakah naga itu nyata?" Aku tidak bisa lagi menahan pertanyaan yang berkeliaran dalam pikiran sejak siang tadi.
"Bukankah tadi disana juga ada?" Dia menjawab dengan ambigu.
Ah, dia terlalu memahamiku.
Aku menggeleng, mencoba melupakan apa yang tertangkap mataku tadi. Menganggap itu hanya halusinasi belaka.
Kami saling terdiam menikmati senja dan awan yang saling berarak.
"Apakah naga itu nyata?" Aku tidak bisa lagi menahan pertanyaan yang berkeliaran dalam pikiran sejak siang tadi.
"Bukankah tadi disana juga ada?" Dia menjawab dengan ambigu.
Aku terdiam memproses jawaban itu. Menoleh, dengan terkejut aku berkata, "Jadi tadi itu bukan imajinasiku?"
Dia tertawa, "Tadi kamu bilang gak lihat apa - apa."
Dia tertawa, "Tadi kamu bilang gak lihat apa - apa."
Mengabaikan responnya, aku melanjutkan keterkejutanku "Jadi... Tadi itu... Beneran... Ya ampun... Itu beneran? Merah - merah di atas kepalanya tadi itu cantik."
Aku mulai heboh sendiri.
Tiba - tiba dia menyentil kepalaku, "Kenapa kamu justru fokus sama yang di atas kepalanya?"
"Hehehe, karena merah dan berkilauan itu adalah keindahan dunia".
Tiba - tiba dia menyentil kepalaku, "Kenapa kamu justru fokus sama yang di atas kepalanya?"
"Hehehe, karena merah dan berkilauan itu adalah keindahan dunia".
Aku menatap langit yang dipoles dengan semburat pink
" Jadi, dia itu nyata".
" Jadi, dia itu nyata".
No comments:
Post a Comment